Kamis, 05 Juni 2008

Sistem Pendukung Keputusan

Sistem Pendukung Keputusan (SPK) atau decision support system merupakan salah satu jenis sistem informasi yang bertujuan untuk menyediakan informasi, membimbing, memberikan prediksi serta mengarahkan kepada pengguna informasi agar dapat melakukan pengambilan keputusan dengan lebih baik dan berbasis evidence. Secara hirarkis, SPK biasanya dikembangkan untuk pengguna pada tingkatan manajemen menengah dan tertinggi. Dalam pengembangan sistem informasi, SPK baru dapat dikembangkan jika sistem pengolahan transaksi (level pertama) dan sistem informasi manajemen (level kedua) sudah berjalan dengan baik. SPK yang baik harus mampu menggali informasi dari database, melakukan analisis serta memberikan interpretasi dalam bentuk yang mudah dipahami dengan format yang mudah untuk digunakan (user friendly).

Dari sisi konteks, pada dasarnya sebuah Sistem Pendukung Keputusan Klinik (SPKK) adalah SPK yang diterapkan untuk manajemen klinis. Secara definitif SPKK adalah aplikasi perangkat lunak yang mengintegrasikan informasi yang berasal dari pasien (karakteristik demografis, klinis, sosial psikologis) dengan basis pengetahuan (knowledge base) untuk membantu klinisi dan atau pasien dalam membuat keputusan klinis. Pengguna SPKK adalah tenaga kesehatan yang terlibat dalam tata laksana klinis pasien di rumah sakit mulai dari dokter, perawat, bidan, fisioterapis dan lain-lain.

SPKK tidak harus bersifat elektronis. Kartu Menuju Sehat (KMS) pada dasarnya adalah suatu SPKK sederhana yang menyediakan fasilitas untuk memasukkan data balita secara lengkap mulai dari riwayat persalinan, imunisasi, riwayat minum ASI, berat badan serta grafik yang dilengkapi dengan kriteria status gizi serta panduan tentang bagaimana menginterpretasikan naik turunnya berat badan balita dan dapat digunakan baik oleh tenaga kesehatan maupun orang tua balita. Model SPKK manual lainnya adalah penerapan berbagai algoritma klinis untuk penanganan penyakit tertentu. Namun, dalam tulisan ini kita akan lebih banyak mengulas tentang SPKK yang berbasis komputer.

SPKK tersusun atas komponen sebagai berikut:

Database yaitu kumpulan data yang tersusun secara terstruktur dan dalam format elektronik yang mudah diolah oleh program komputer. Database ini menghimpun berbagai jenis data baik yang berasal dari pasien, obat (jenis, dosis, indikasi, kontraindikasi dll), dokter/perawat dll.

Knowledge base: merupakan kumpulan pengetahuan kedokteran yang merupakan sintesis dari berbagai literatur, protokol klinik (clinical guidelines), pendapat pakar maupun hasil penelitian lainnya yang sudah diterjemahkan dalam bahasa yang dapat dipahami oleh komputer.
Instrumen : adalah alat yang dapat mengumpulkan data klinis seperti: alat pemeriksaan laboratorium, EKG, radiologis dan lain-lain. Keberadaan instrumen dalam suatu SPKK tidak mutlak.

Mesin inferensial (inference engine) : merupakan program utama dalam suatu SPKK yang mengendalikan keseluruhan sistem, mulai dari menangkap informasi yang berasal dari pasien, mengkonsultasikannya dengan knowledge base dan memberikan hasil interpretasinya kepada pengguna.

Antar muka (user interface) : adalah tampilan program komputer yang memungkinkan pengguna berkonsultasi untuk memasukkan data, memilih menu hingga mendapatkan hasil baik berupa teks, grafis, sinyal, simbol dan bentuk interaktivitas lainnya. Interaktivitas dapat bersifat aktif-otomatis maupun pasif.

Jika mesin inferensial adalah program utama yang mengendalikan SPKK maka knowledge base adalah otaknya. Knowledge base dapat diibaratkan sebagai tiruan manusia (dokter) yang ditanamkan ke dalam komputer agar komputer dapat berpikir dan mengambil keputusan sebagaimana manusia(dokter) aslinya. Knowledge base biasanya dikembangkan menggunakan berbagai metode matematis (statistik) seperti Bayesian, neural network maupun aturan simbolis sederhana (IF-THEN). MYCIN, salah satu program SPKK yang JIKA :
jenis infeksinya adalah meningitis
tipe infeksinya adalah bakterial
pasien sedang mendapatkan terapi kortikosteroid

MAKA
Organisme yang mungkin menyebabkan infeksi adalah e.coli (0.4), klebsiella-pneumoniae(0.2), atau pseudomonas aeruginosa(0.1)

Dalam program tersebut, angka 1 menunjukkan derajat kepastian adalah 100% sebaliknya angka -1 menunjukkan derajat ketidakpastian sebesar 100 %. Angka tersebut merupakan hasil sintesis dari berbagai studi dan pendapat pakar. Terdapat juga SPKK yang knowledge basednya menggunakan metode Bayesian untuk manajemen klinis pneumonia seperti pada gambar 3.
Gambar 3. Contoh penghitungan risiko mortalitas pada penderita pneumonia yang menggunakan pendekatan statistik Bayesian.

Fungsi SPKK
Alasan mengapa SPKK disebut-sebut sebagai salah satu alternatif untuk mencegah medical error dan mendorong patient safety terletak pada potensi dan fungsinya. SPKK secara umum akan bermanfaat bagi dokter dalam pengambilan keputusan karena memiliki fungsi mulai dari alerting, assisting, critiquing, diagnosis hingga ke manajemen.

Alerting
Alert otomatis akan muncul dan memberikan data serta informasi kepada dokter secara cepat pada situasi kritis yang kadang membahayakan. Pada kondisi tersebut, informasi yang lengkap sangat penting dalam pengambilan keputusan, misalnya: nilai laboratorium abnormal, kecenderungan vital sign, kontraindikasi pengobatan maupun kegagalan prosedur tertentu. Sistem alert telah digunakan secara rutin dalam program HELP (Health Evaluation through Logical Processing) mampu menurunkan laju infeksi pasca operatif dari 13% ke 5.5% per hari dan menurunkan prosentase pemberian antibiotik berlebihan dari 35% ke 18%.

Interpretasi
Interpretasi merupakan asimilasi dari data klinis untuk memahami data pasien. Contoh sederhana adalah mesin penginterpretasi EKG, analisis gas datah maupun pemeriksaan radiologis.

Assisting (memberikan bantuan)
Adalah contoh SPKK yang bertujuan untuk mempermudah atau mempercepat aktivitas klinis. SPKK yang bersifat hibrid (campuran manual dan elektronik) akan memberikan hasil print out sintesis data pasien yang mengarahkan kepada tindakan manajemen selanjutnya. Pada sistem yang online,

Critiquing (memberikan kritik)
Jenis aplikasi ini akan memberikan kritik kepada pengguna untuk memverifikasi keputusan klinis yang telah dipilih. Berbagai contoh aplikasi SPKK jenis ini dapat bermanfaat untuk mencegah permintaan pemeriksaan klinis yang tidak tepat (seperti pada gambar 6), pemberian obat yang tidak sesuai dengan indikasi maupun penerapan protokol klinik.

Diagnosis
Merupakan contoh aplikasi SPKK yang paling populer dan banyak dipublikasikan sejak tahun 1970-an. Tujuan aplikasi ini adalah memberikan daftar probabilitas berbagai differential diagnosis berdasarkan data pasien yang diinputkan ke dalam komputer.

Manajemen
Pada dasarnya, aplikasi jenis ini bertujuan untuk meningkatkan/memperbaiki sistem manajemen klinis yang ada, mulai dari operasional rumah sakit, alokasi sumber daya (termasuk SDM) hingga ke assessment terhadap perubahan pola penyakit yang dirawat.

Perkembangan SPKK
Hingga saat ini, banyak sekali publikasi mengenai SPKK yang dapat ditemukan di jurnal internasional dengan berbagai kategori. Tabel 1 menyajikan tiga kategori utama SPKK, yaitu SPKK berspektrum luas, mengenah dan kecil dengan contoh aplikasinya masing-masing.

Namun, pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua aplikasi SPKK diterapkan dalam praktek sehari-hari. Pada waktu awal, gairah riset untuk pengembangan SPKK terpesona dengan kemampuan komputer untuk melakukan analisis secara cepat dan mengumpulkan data yang cukup besar. Sehingga tujuan pengembangan SPKK seakan-akan bertujuan untuk mengganti peran dokter (ingat pertarungan catur Gary Kasparov melawan Deep Blue).

Model konsultasi diagnosisk pada program INTERNIST-I pada tahun 1974 menempatkan dokter sebagai pihak yang tidak mampu melakukan diagnosis. Sehingga, dokter diminta untuk memasukkan semua informasi pasien, mulai dari riwayat penyakit, data laboratorium hingga temuan pemeriksaan fisik ke dalam program tersebut untuk mendapatkan hasilnya. Dokter hanya berperan sebagai observer yang pasif dan menjawab YES atau NO terhadap pertanyaan dari INTERNIST-I.

Meskipun dari sisi teknis, program INTERNIST-I memiliki kemampuan tinggi untuk mendiagonosis penyakit, tetapi di lapangan tidak ada dokter yang mau memfeed komputer dengan hasil temuannya. Di sisi lain, sangatlah wajar apabila banyak dokter yang menolak SPKK karena aplikasi ini cenderung membatasi otoritas seorang dokter. Namun di sisi lain, perkembangan teknologi informasi menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan yang memungkinkan rumahsakit mengintegrasikan berbagai sumber data menggunakan perangkat keras yang semakin mini (komputer yang dikembangkan untuk SPKK pada tahun 1970-an ukurannya sebesar lemari) dan terintegrasi dengan jaringan (termasuk jalur nir kabel). Di Kanada, 50 persen dokter di bawah usia 35 tahun saat ini sudah menggunakan PDA dan aktif mendownload berbagai e-book tentang clinical guidelines yang terdapat di Internet.

Dalam analisisnya tentang perkembangan SPKK, Bates et al menyarankan 10 syarat agar SPKK diterapkan di lapangan, sebagai berikut:
Speed is everything
Anticipate needs and deliver in a real time
Fit into the user’s workflow
Little things can make a big difference
Recognize that physician will strongly resist stopping
Changing direction is easier than stopping
Simple interventions work best
Ask for additional information only when you really need it
Monitor impact, get feedback and respond
Manage and maintain your knowledge based systems

Sistem pendukung keputusan klinik yang spesifik akan terus berkembang dan meluas penggunaannya. Analisis EKG, interpretasi analisis gas darah, elektroforesis protein serta hitung jenis sel darah berkomputer merupakan beberapa contoh kecil keberhasilan SPK di bidang klinik.
Namun demikian, SPKK generik yang berskala besar masih dipertanyakan. Hal ini sangat tergantung kepada konstruksi dan pemeliharaan basis pengetahuan medis (medical knowledge base). Seperti kita, ketahui, sampai sekarang, sebagian besar rumah sakit di Indonesia masih berkutat dengan subsistem informasi keuangan (khususnya billing). Meskipun, beberapa rumah sakit sudah mengembangkan database rekam medis, tetapi masih terbatas pada pengumpulan data demografis dan diagnosis. Medical knowledge base memerlukan effort yang besar karena harus mengembangkan database klinis pasien (dengan mengumpulkan data diagnosis, simtom, faktor risiko, multimedia, laboratorium hingga ke genetis) serta sumber daya manusia yang konsisten dan terus menerus memelihara dan mengkaji perkembangan mutakhir yang terdapat dalam database pasien serta sumber-sumber literatur kedokteran mutakhir, seperti MEDLINE. Perkembangan pengetahuan terbaru selanjutnya diadaptasi menjadi basis literatur dan dikombinasikan dengan protokol klinik dan outcome terbaik dalam pelayanan klinik sebagai bahan makanan bagi SPKK agar tetap terjaga kekiniannya (gambar 7). Oleh karena itu, pengembangan SPKK jenis ini biasanya sesuai untuk rumah sakit tipe B pendidikan yang memiliki komitmen lebih jelas dalam aspek riset. Sebagian besar literatur yang menjelaskan keberhasilan SPKKpun juga berasal dari institusi besar, dengan jenis layanan tersier dan mayoritas penggunanya adalah residen.


Di sisi yang lain, mengembangkan SPKK generik untuk taraf menengah dan kecil, agar dapat digunakan oleh dokter praktek umum juga sangat dilematis. Kecuali, jika SPKK tersebut didesain dalam bentuk tertentu yang justru akan meningkatkan image dokter di mata pasien. Oleh karena itu, salah satu harapan agar semakin banyak dokter menggunakan SPKK adalah integrasi modul SPKK dengan perangkat yang handy yaitu personal digital assistant (PDA). Namun, hingga saat ini SPKK yang terdapat dalam bentuk PDA lebih banyak bertujuan membantu dokter dalam memilih jenis terapi. Akan tetapi, kemampuan PDA untuk menyimpan database dalam skala besar masih dalam perkembangan. Di rumah sakit besar, pemanfaatan PDA dapat difasilitasi dengan jaringan nir kabel yangmemungkinkan koneksi ke database pasien di rumah sakit.

SPKK memiliki prospek yang sangat baik di masa depan. Para peneliti serta publikasi mengenai SPKK menunjukkan pertumbuhan yang meyakinkan dengan jenis aplikasi SPKK yang semakin beragam. Di sisi lain perusahan komersial yang tertarik dengan SPKK juga semakin banyak. Namun, di sisi lain perlu diimbangi dengan assessment tentang cost effectiveness serta prosedur pengujian dan standar mutunya. Semua hal tersebut nantinya akan mendorong perkembangan SPKK baru yang produktif, teruji dan (yang penting lagi) digunakan dalam praktek klinis.

Sumber : http://www.combiphar.com/article.php?id_news=2625

Tidak ada komentar: